Senin, 11 November 2013

Kumpulan Cerita Pendek Terbaik Karya Anak Mandar : Rindu Berlayar Kembali




RINDU BERLAYAR KEMBALI
Oleh : Rusman Raymanda
                                               
Masih terasa merdu terdengar lantunan lagu "Tengga-Tenggang Lopi" di telinganya yang sejak kecil sudah menjadi cita-citanya untuk menjadi pelaut Mandar yang hebat yang bisa menaklukkan lincahnya "Sandeq Race" yang digelar setiap tahunnya. Dan masih terasa  syahdu lagu "To Lumamba Sumombal" yang mendayu-dayu. Teringat masa lalu ketika saat pertama kali berlayar dengan perahu Sandeq ke laut untuk pergi merantau. Masih jelas air mata seorang ibu dan seorang istri yang pernah menyayanginya ketika mengantarkan do'a di tepian pantai.
"Nak… jaga baik-baik dirimu di laut, pelajarilah arah angin yang akan menunjukkan arah layarmu.Tangguhkan kemudimu mengikuti petunjuk berkah dari Allah kuasa. Dan ingatlah selalu kampung halamanmu serta do'a ibumu…", dekap tangis mendiang ibunya dalam ingatannya senja itu.
"Sampaikan salamku pada angin yang membawamu ke laut lepas agar rinduku ikut terbawa dalam rindumu.Ingatlah aku setiap kau duduk di atas "Guling-Kemudi" Sandeqmu. Ukirlah wajahku di lembaran layarmu yang akan berkibar setiap kau bergegas menggelar layar ketika saat kau berpindah haluan. Sengaja kurangkai bunga Beru'-Beru' sejak tadi malam untuk kau jadikan simbol diriku yang begitu semerbak mewangi mengisi hari-harimu. Ingatlah saat ketika kau mulai mengangkat kaki di tepian batas pantai. Kutitipkan sebuah sarung-lipa' sa'be sebagai penghangat tidurmu di tengah malam… !!!", begitulah pesan sang istri tercinta.
Kini semua itu tinggal cerita legenda yang cukup dikenang begitu memandangi laut yang tenang di senja hari itu. Sebentar lagi Sandeq Race akan segera dimulai. Para petangguh-petangguhnya mulai bersiap untuk menghiasi indah dan meriahnya teluk Mandar. Di dekat pantai, sandeq-sandeq tampak gagah berjejeran rapi yang akan segera menyerbu kemeriahan ombak berdebur di samudera. Suara layar-layar terkembang mekar, deru terdengar bergenderang memecahkan langit senja. Hanya itulah yang membuat Toraya bisa merasakan kembali saat dimana ia pernah berjaya dalam kemeriahan Sandeq Race. Rasanya sudah hampir 3 tahun ia bertarung diri melawan penyakit struknya yang tak kian punah.
Betapa begitu memilukan tatkala ia tiba-tiba teringat masa lalu yang pahit. "Bapak…, sudah tak ada lagi yang bisa kita harapkan.Semuanya telah berubah…, anak-anak dan adik iparmu Yunus, sudah memutuskan untuk menjual sandeq kita. Lagipula, anak-anak ingin membuat kapal mesin untuk dipakai melaut daripada sandeq itu terdampar percuma, lapuk termakan usia… Anak-anak merasa tergoda dengan maraknya kapal-kapal mesin yang lagi trend !!!", pinta sang istri padanya.
Waktu itu, ia tak bisa berbicara apa-apa, ia hanya bisa mengangguk pilu meskipun berat rasanya. Jika itu memang yang terbaik bagi anak-anaknya, maka iapun menerima dengan setulus hati. Tiada harapan lagi dan ia juga menyerah berputus asa, rasanya tak mungkin bisa berSandeq lagi.
"Pua'…, kebetulan orang itu menawar dengan harga yang mahal.Jadi, bapak bisa berobat ke dokter dan mudah-mudahan bisa cepat sembuh.Mungkin kita sebaiknya melupakan sandeq itu.Yang terpenting sekarang, ayah bisa sembuh lagi sekaligus bisa pergi melaut kembali dengan kapal mesin baru kita yang lebih modern. Aku juga merasa berat melepas sandeq itu karena kita tak akan bisa lagi merasakan serunya Sandeq Race setiap tahunnya…. !!!", pinta Abdullah, anak bungsunya yang ia bangga-banggakan yang kini menjadi nakhkoda baru sebagai tulang punggung keluarga.
Saat itu, ia dengan segala harapannya tak bisa di tawar-tawar lagi untuk dimengerti. Ia hanya bisa menahan air mata seraya mengobati rasa sakitnya yang tak sembuh-sembuh selama bertahun-tahun itu. Ia melihat sebuah kecurangan di mata anak-anaknya, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka memang sengaja menjualnya….
Toraya terkejut, ia terlalu meratapi kepergian Sandeqnya yang sekarang sudah menjadi milik orang lain. Di matanya tampak berkaca-kaca membayangkan setiap pandangannya ke laut lepas.Tiba-tiba suara gemuruh membahana ditambah suara keriuhan orang-orang. Rupanya Sandeq-sandeq di sana sedang melakukan uji coba pelayaran. Dari pandangannya, semakin dalam ia mengenang dirinya di atas Sandeq andalannya.
"Aku duduk megah di atas kemudi, memandang penuh persaingan di depan dan di belakang. Teriakan-teriakan komando semangat menutupi deru percikan-percikan air yang mendebur, menahan laju cepatnya sang perahu Sandeq. Kelincahan Sandeq itu masih jelas terasa, terombang-ambing penuh suka-duka bersama teman-teman dengan sekuat tenaga melawan lelah dan terik mentari, memacu semangat mencapai finish.Ketika angin tak kunjung bertiup, layar menjadi layu.Tapi kami tetap bersikukuh meski dengan jalan tertatih.Mungkin hadiahnya tak seberapa dan segala kelelahan kami takkan terbayarkan. Tapi, mungkin hanya itulah cara untuk mempertahankan kebiasaan kami sejak kecil yang sudah berbudaya yang mungkin tak sama rasanya ketika berada di laut lepas menyusuri samudera mencari ikan. Sekarang… semua berubah, Sandeq sudah dianggap sebagai hiasan. Tapi itulah jaman, kitapun tak akan ketinggalan akan buaiannya. Anak-anak muda sudah merasa takut berSandeq dan pudar keberaniannya karena dicandu oleh kelincahan mesin yang lebih canggih. Bahkan ketika badai musim barat yang menakutkan sekalipun , tak lagi menantang. Hingga mereka sering terdampar ke negeri orang… !!!
Sandeq-sandeq yang melaju indah di sana semakin memacu jantungnya dan mengocok semangatnya. Ia hanya bisa ikut bersorak menyaksikan kelincahan Sandeq-sandeq itu. Ia tak bisa beranjak dari antara lamunan dan konsentrasi pandangannya.
Suasana menjadi hening seketika.Senja mulai berwarna jingga.Sandeq-sandeq itu mulai dilabuhkan ke daratan.Orang-orang di sekitarnya berlarian membantu para peSandeq mendorong perahunya ke atas daratan pasir.
"Andai keajaiban datang menghampiriku, aku ingin sekali bercampur-baur dengan mereka.Berbagi cerita, berbagi tenaga dan pengalaman. Tapi…, untuk berdiripun aku susah, berjalanpun sekarang harus ditemani sebatang tongkat untuk menopang tubuhku yang rentan jatuh. Aku kadang membenci diriku, tapi apa boleh buat, takdir telah mengajakku untuk bersabar... !!!", keluhnya.
Pemandanganpun berubah total, Sandeq yang dirindukannya berubah menjadi sebuah kapal mesin.Rupanya, anak-anaknya datang melaut setelah pergi dalam beberapa hari. Sungguh ganjil rasanya, namun ia ikut bergembira jika anak-anaknya itu dapat ikan yang banyak. Tetapi seandainya mereka mau memperjuangkan Sandeqnya untuk ikut Sandeq Race lagi, tentu hatinya tak akan berubah rindu dan bimbang terlalu dalam seperti itu. Mereka tetap berkeinginan menjual Sandeqnya karena tidak tahan ikut menumpang di kapal orang.Lagipula hasil kapal itu sudah dapat terasa, meski perih di mata… jika mengenang Sandeq kesayangannya.
Semangatnya menjadi berubah lagi ketika pandangannya tertuju pada Abdullah anaknya yang datang di atas sampan membawa ikan-ikan tangkapannya yang masih segar-segar.Iapun mulai menebar senyum.
"Dullah…, bagaimana tangkapannya nak ?"
"Wah… lumayan, pak ! Cukup untuk menutupi ongkos…", jawab Abdullah seraya mendorong sampannya ke atas daratan.
Memang terasa berbeda ketika waktu ia melaut dulu dengan Sandeqnya, rejeki tak henti berlimpah. Terkadang orang-orang takjub dengan hasil tangkapan Toraya yang dijuluki oleh khalayak "To Madzalle".Ia bisa dikategorikan sebagai orang terkaya di kampung dulu. Bukan itu saja, Sandeq yang ia bangga-banggakan juga menjadi kebanggaan dan andalan sekampungnya dulu karena selalu dapat juara. Karena itulah banyak pula cerita-cerita yang beredar kalau penyakit yang dialaminya adalah hasil "guna-guna" orang yang merasa iri atas keberhasilannya.Penyakit itu melumpuhkan sendi-sendi hidup beserta pundi-pundi hartanya yang berangsur-angsur habis bersamaan dengan ketidakmampuannya ikut mengadu nasib kembali di laut Mandar yang menyimpan berkah. Semuanya benar-benar telah berubah…
Abdullah mendekati sang ayah yang dari tadi duduk-duduk di atas sampan yang ditelungkupkan oleh pemiliknya. Ia mulai bangkit dengan tubuhnya, berjalan tertatih mendekati sampan anaknya untuk melihat ikan-ikan yang dibawanya. Anak-anak kecil menyerbu Abdullah.Itu sudah kebiasaan, anak-anak itu sering meminta-minta ikan.Mau tidak mau Abdullah terpaksa membagi-bagikan sedikit ikannya untuk mereka, meskipun sepotong-sepotong.
Sepeninggal Abdullah, ia masih tetap berdiri memandangi Sandeq yang terdampar di pasir milik seseorang di kampungnya.Niatnya untuk kembali mengarungi sepanjang Teluk Mandar sampai selat Makassar takkan pernah dirasakannya lagi.Niatnya untuk menonton Perlombaan Segitiga di Majene pun takkan pernah terkabulkan.
"Ayah…, ngapain disitu ?", tiba-tiba anaknya yang lain datang dari kapal miliknya.
Ia terkejut, "Ini…, lagi liat-liat Sandeq itu… !", tangannya menunjuk.
"Oh… Sandeq itu. Kami juga cepat-cepat datang karena ingin menonton Sandeq Race besok !"
"O,ya. Memang besok pertandingannya ?"
"Kata orang-orang sih begitu…, katanya ada Perlombaan Segitiga di Majene ! Kak Dullah juga diundang paman Yunus untuk ikut jadi "Pattimbang" di Sandeqnya !"
"Kok Dullah gak bilang-bilang ya?", Ia bertanya-tanya dalam hati. Pantas saja pamannya kemarin menyebut-nyebut nama Abdullah. Hatinya merasa gembira, rupanya Abdullah anaknya, cukup mengobati kerinduannya pada Sandeq Race.Ia tersenyum sendiri saat itu.
Ibrahim, anaknya itu mengajaknya pulang, badannya sudah perih dan gatal ingin segera mengguyur tubuhnya dengan air tawar. Toraya sang ayah yang sangat merindukan Sandeq itu mulai mengangkat kakinya membelakangi laut. Senja kini berganti kelabu dan lampu-lampu mulai menyala terang.Pantai menjadi sunyi, suara adzan Maghrib menggema menyejukkan suasana.
Dari langkah kakinya, ia terus bergembira tiada terkira. Dugaannya benar, tak sia-sia Abdullah membantu pamannya memperbaiki Sandeqnya itu selama ini dan tak sia-sia pula ia pernah mengajak anak-anaknya ikut belajar menjadi seorang petangguh Sandeq. Meskipun begitu, keinginannya untuk sembuh sangatlah kuat agar bisa ikut berSandeq lagi walaupun menumpang di perahu Sandeq orang. Keinginannya itu tak akan pernah pudar sedikitpun selama bayang-bayang Sandeq masih tetap bergelora membakar semangat pelaut-pelaut Mandar setiap tahunnya. Kerinduannya tak akan hilang selama laut masih di hadapannya diiringi senandung lagu "Tengga-tenggang Lopi" dan "To Sumombal" yang selalu terngiang di telinganya.

***(Persembahan untuk para Petangguh-petangguh Sandeq yang selalu berjuang beradu kecepatan dalam Sandeq Race serta masyrakat Mandar yang berjuang untuk berpartisipasi melestarikan budaya Leluhur Mandar, hingga menjadi Masseq di Lita'taq, Masarri di Indonesia, MaSandeq di mata dunia)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar