Oleh : Rusman
Raymanda
Masih terasa merdu
terdengar lantunan lagu "Tengga-Tenggang Lopi" di telinganya
yang sejak kecil sudah menjadi cita-citanya untuk menjadi pelaut Mandar yang
hebat yang bisa menaklukkan lincahnya "Sandeq Race" yang
digelar setiap tahunnya. Dan masih terasa
syahdu lagu "To Lumamba Sumombal" yang mendayu-dayu.
Teringat masa lalu ketika saat pertama kali berlayar dengan perahu Sandeq ke
laut untuk pergi merantau. Masih jelas air mata seorang ibu dan seorang istri
yang pernah menyayanginya ketika mengantarkan do'a di tepian pantai.
"Nak… jaga baik-baik dirimu di laut, pelajarilah arah angin yang akan
menunjukkan arah layarmu.Tangguhkan kemudimu mengikuti petunjuk berkah dari
Allah kuasa. Dan ingatlah selalu kampung halamanmu serta do'a ibumu…",
dekap tangis mendiang ibunya dalam ingatannya senja itu.
"Sampaikan
salamku pada angin yang membawamu ke laut lepas agar rinduku ikut terbawa dalam
rindumu.Ingatlah aku setiap kau duduk di atas "Guling-Kemudi"
Sandeqmu. Ukirlah wajahku di lembaran layarmu yang akan berkibar setiap kau
bergegas menggelar layar ketika saat kau berpindah haluan. Sengaja kurangkai
bunga Beru'-Beru' sejak tadi malam untuk kau jadikan simbol
diriku yang begitu semerbak mewangi mengisi hari-harimu. Ingatlah saat ketika
kau mulai mengangkat kaki di tepian batas pantai. Kutitipkan sebuah sarung-lipa'
sa'be sebagai penghangat tidurmu di tengah malam… !!!", begitulah
pesan sang istri tercinta.
Kini semua itu
tinggal cerita legenda yang cukup dikenang begitu memandangi laut yang tenang
di senja hari itu. Sebentar lagi Sandeq Race akan segera dimulai. Para
petangguh-petangguhnya mulai bersiap untuk menghiasi indah dan meriahnya teluk
Mandar. Di dekat pantai, sandeq-sandeq tampak gagah berjejeran rapi yang akan
segera menyerbu kemeriahan ombak berdebur di samudera. Suara layar-layar
terkembang mekar, deru terdengar bergenderang memecahkan langit senja. Hanya
itulah yang membuat Toraya bisa merasakan kembali saat dimana ia pernah berjaya
dalam kemeriahan Sandeq Race. Rasanya sudah hampir 3 tahun ia bertarung diri
melawan penyakit struknya yang tak kian punah.
Betapa begitu
memilukan tatkala ia tiba-tiba teringat masa lalu yang pahit. "Bapak…,
sudah tak ada lagi yang bisa kita harapkan.Semuanya telah berubah…, anak-anak
dan adik iparmu Yunus, sudah memutuskan untuk menjual sandeq kita. Lagipula,
anak-anak ingin membuat kapal mesin untuk dipakai melaut daripada sandeq itu
terdampar percuma, lapuk termakan usia… Anak-anak merasa tergoda dengan
maraknya kapal-kapal mesin yang lagi trend !!!", pinta sang istri padanya.
Waktu itu, ia tak
bisa berbicara apa-apa, ia hanya bisa mengangguk pilu meskipun berat rasanya.
Jika itu memang yang terbaik bagi anak-anaknya, maka iapun menerima dengan
setulus hati. Tiada harapan lagi dan ia juga menyerah berputus asa, rasanya tak
mungkin bisa berSandeq lagi.
"Pua'…, kebetulan orang itu menawar dengan harga yang mahal.Jadi,
bapak bisa berobat ke dokter dan mudah-mudahan bisa cepat sembuh.Mungkin kita
sebaiknya melupakan sandeq itu.Yang terpenting sekarang, ayah bisa sembuh lagi
sekaligus bisa pergi melaut kembali dengan kapal mesin baru kita yang lebih
modern. Aku juga merasa
berat melepas sandeq itu karena kita tak akan bisa lagi merasakan serunya
Sandeq Race setiap tahunnya…. !!!", pinta Abdullah, anak bungsunya yang ia
bangga-banggakan yang kini menjadi nakhkoda baru sebagai tulang punggung keluarga.
Saat itu, ia
dengan segala harapannya tak bisa di tawar-tawar lagi untuk dimengerti. Ia
hanya bisa menahan air mata seraya mengobati rasa sakitnya yang tak
sembuh-sembuh selama bertahun-tahun itu. Ia melihat sebuah kecurangan di mata
anak-anaknya, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka memang sengaja
menjualnya….
Toraya terkejut,
ia terlalu meratapi kepergian Sandeqnya yang sekarang sudah menjadi milik orang
lain. Di matanya tampak berkaca-kaca membayangkan setiap pandangannya ke laut lepas.Tiba-tiba
suara gemuruh membahana ditambah suara keriuhan orang-orang. Rupanya
Sandeq-sandeq di sana sedang melakukan uji coba pelayaran. Dari pandangannya,
semakin dalam ia mengenang dirinya di atas Sandeq andalannya.
"Aku duduk
megah di atas kemudi, memandang penuh persaingan di depan dan di belakang.
Teriakan-teriakan komando semangat menutupi deru percikan-percikan air yang
mendebur, menahan laju cepatnya sang perahu Sandeq. Kelincahan Sandeq itu masih
jelas terasa, terombang-ambing penuh suka-duka bersama teman-teman dengan
sekuat tenaga melawan lelah dan terik mentari, memacu semangat mencapai
finish.Ketika angin tak kunjung bertiup, layar menjadi layu.Tapi kami tetap
bersikukuh meski dengan jalan tertatih.Mungkin hadiahnya tak seberapa dan segala
kelelahan kami takkan terbayarkan. Tapi, mungkin hanya itulah cara untuk
mempertahankan kebiasaan kami sejak kecil yang sudah berbudaya yang mungkin tak
sama rasanya ketika berada di laut lepas menyusuri samudera mencari ikan.
Sekarang… semua berubah, Sandeq sudah dianggap sebagai hiasan. Tapi itulah
jaman, kitapun tak akan ketinggalan akan buaiannya. Anak-anak muda sudah merasa
takut berSandeq dan pudar keberaniannya karena dicandu oleh kelincahan mesin
yang lebih canggih. Bahkan ketika badai musim barat yang menakutkan sekalipun ,
tak lagi menantang. Hingga mereka sering terdampar ke negeri orang… !!!
Sandeq-sandeq yang
melaju indah di sana semakin memacu jantungnya dan mengocok semangatnya. Ia
hanya bisa ikut bersorak menyaksikan kelincahan Sandeq-sandeq itu. Ia tak bisa
beranjak dari antara lamunan dan konsentrasi pandangannya.
Suasana menjadi hening seketika.Senja mulai berwarna jingga.Sandeq-sandeq
itu mulai dilabuhkan ke daratan.Orang-orang di sekitarnya berlarian membantu
para peSandeq mendorong perahunya ke atas daratan pasir.
"Andai
keajaiban datang menghampiriku, aku ingin sekali bercampur-baur dengan
mereka.Berbagi cerita, berbagi tenaga dan pengalaman. Tapi…, untuk berdiripun
aku susah, berjalanpun sekarang harus ditemani sebatang tongkat untuk menopang
tubuhku yang rentan jatuh. Aku kadang membenci diriku, tapi apa boleh buat,
takdir telah mengajakku untuk bersabar... !!!", keluhnya.
Pemandanganpun
berubah total, Sandeq yang dirindukannya berubah menjadi sebuah kapal
mesin.Rupanya, anak-anaknya datang melaut setelah pergi dalam beberapa hari.
Sungguh ganjil rasanya, namun ia ikut bergembira jika anak-anaknya itu dapat
ikan yang banyak. Tetapi seandainya mereka mau memperjuangkan Sandeqnya untuk
ikut Sandeq Race lagi, tentu hatinya tak akan berubah rindu dan bimbang terlalu
dalam seperti itu. Mereka tetap berkeinginan menjual Sandeqnya karena tidak
tahan ikut menumpang di kapal orang.Lagipula hasil kapal itu sudah dapat
terasa, meski perih di mata… jika mengenang Sandeq kesayangannya.
Semangatnya menjadi berubah lagi ketika pandangannya tertuju pada Abdullah
anaknya yang datang di atas sampan membawa ikan-ikan tangkapannya yang masih
segar-segar.Iapun mulai menebar senyum.
"Dullah…,
bagaimana tangkapannya nak ?"
"Wah…
lumayan, pak ! Cukup untuk menutupi ongkos…", jawab Abdullah seraya
mendorong sampannya ke atas daratan.
Memang terasa
berbeda ketika waktu ia melaut dulu dengan Sandeqnya, rejeki tak henti
berlimpah. Terkadang orang-orang takjub dengan hasil tangkapan Toraya yang
dijuluki oleh khalayak "To Madzalle".Ia bisa
dikategorikan sebagai orang terkaya di kampung dulu. Bukan itu saja, Sandeq
yang ia bangga-banggakan juga menjadi kebanggaan dan andalan sekampungnya dulu
karena selalu dapat juara. Karena itulah banyak pula cerita-cerita yang beredar
kalau penyakit yang dialaminya adalah hasil "guna-guna" orang
yang merasa iri atas keberhasilannya.Penyakit itu melumpuhkan sendi-sendi hidup
beserta pundi-pundi hartanya yang berangsur-angsur habis bersamaan dengan
ketidakmampuannya ikut mengadu nasib kembali di laut Mandar yang menyimpan
berkah. Semuanya benar-benar telah berubah…
Abdullah mendekati
sang ayah yang dari tadi duduk-duduk di atas sampan yang ditelungkupkan oleh
pemiliknya. Ia mulai bangkit dengan tubuhnya, berjalan tertatih mendekati sampan
anaknya untuk melihat ikan-ikan yang dibawanya. Anak-anak kecil menyerbu
Abdullah.Itu sudah kebiasaan, anak-anak itu sering meminta-minta ikan.Mau tidak
mau Abdullah terpaksa membagi-bagikan sedikit ikannya untuk mereka, meskipun
sepotong-sepotong.
Sepeninggal Abdullah, ia masih tetap berdiri memandangi Sandeq yang
terdampar di pasir milik seseorang di kampungnya.Niatnya untuk kembali
mengarungi sepanjang Teluk Mandar sampai selat Makassar takkan pernah
dirasakannya lagi.Niatnya untuk menonton Perlombaan Segitiga di
Majene pun takkan pernah terkabulkan.
"Ayah…,
ngapain disitu ?", tiba-tiba anaknya yang lain datang dari kapal miliknya.
Ia terkejut,
"Ini…, lagi liat-liat Sandeq itu… !", tangannya menunjuk.
"Oh… Sandeq
itu. Kami juga cepat-cepat datang karena ingin menonton Sandeq Race besok
!"
"O,ya. Memang
besok pertandingannya ?"
"Kata
orang-orang sih begitu…, katanya ada Perlombaan Segitiga di Majene ! Kak Dullah
juga diundang paman Yunus untuk ikut jadi "Pattimbang"
di Sandeqnya !"
"Kok Dullah
gak bilang-bilang ya?", Ia bertanya-tanya dalam hati. Pantas saja pamannya
kemarin menyebut-nyebut nama Abdullah. Hatinya merasa gembira, rupanya Abdullah
anaknya, cukup mengobati kerinduannya pada Sandeq Race.Ia tersenyum sendiri
saat itu.
Ibrahim, anaknya
itu mengajaknya pulang, badannya sudah perih dan gatal ingin segera mengguyur
tubuhnya dengan air tawar. Toraya sang ayah yang sangat merindukan Sandeq itu
mulai mengangkat kakinya membelakangi laut. Senja kini berganti kelabu dan
lampu-lampu mulai menyala terang.Pantai menjadi sunyi, suara adzan Maghrib
menggema menyejukkan suasana.
Dari langkah
kakinya, ia terus bergembira tiada terkira. Dugaannya benar, tak sia-sia
Abdullah membantu pamannya memperbaiki Sandeqnya itu selama ini dan tak sia-sia
pula ia pernah mengajak anak-anaknya ikut belajar menjadi seorang petangguh
Sandeq. Meskipun begitu, keinginannya untuk sembuh sangatlah kuat agar bisa
ikut berSandeq lagi walaupun menumpang di perahu Sandeq orang. Keinginannya itu
tak akan pernah pudar sedikitpun selama bayang-bayang Sandeq masih
tetap bergelora membakar semangat pelaut-pelaut Mandar setiap tahunnya.
Kerinduannya tak akan hilang selama laut masih di hadapannya diiringi senandung
lagu "Tengga-tenggang Lopi" dan "To
Sumombal" yang selalu terngiang di telinganya.
***(Persembahan untuk para
Petangguh-petangguh Sandeq yang selalu berjuang beradu kecepatan dalam
Sandeq Race serta masyrakat Mandar yang berjuang untuk berpartisipasi melestarikan budaya Leluhur Mandar, hingga menjadi Masseq
di Lita'taq, Masarri di Indonesia, MaSandeq di mata
dunia)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar