Senin, 11 November 2013

Puisi-puisi Penuh Hikmah dan Terbaik Karya Anak Mandar : Senandung Hikmah dari Salarri, Mari Bangun Surga Pendidikan, Itami Sandeqta' (Puisi Bahasa Mandar), dan Air Mata Kami dari Taman Surga Dunia (Buat Ust. Jefri)



Senandung Hikmah Dari Salarri...
(Menyambut hari Pendidikan Nasional Indonesia tanggal 2 Mei 2013)
Oleh: Rusman Raymanda
                                       
Salarriku yang alami...
terbias seuntai kesan damai
hidup dalam buai darah bertani
merangkul harapan-harapan tradisi
berserah cucuran bumi pada Ilahi

Salarriku yang indah...
begitu pesona alammu
jauh dari kebisingan kota
terasa sejuk menawan hati
terbawa kesan dalam sanubari

Salarriku...
kulihat kaki-kaki kecil menapak lumpur
menjemput ilmu yang kian terbatas
mereka dalam dilema sepintas
melanjutkan cita-cita atau membantu orang tua?

Senandung hikmah dari Salarri...
tersentuh hati dari senyum anak-anakmu kini
mereka ikut terkikis akan keadaan
terbengkalai dalam surga pendidikan
merajut impian sekedar harapan

Wahai orang tuaku...
mari kita bangun desa bermandiri
memajukan semangat berprestasi
mari berjuang mendidik anak-anak kita
dengan ilmu, iman dan akhlak Islami
jadikan mereka anak yang shaleh
jadikan mereka pelanjut generasi.

Satu harapanku...
Inggai mappamula "pendidikan Islam"
lao di pussu' aturunatta'
menjarimianak yang shaleh
anna' barakka' kapputta'
lino lambi' ahera'


                        Salarri, 2 April 2013
NB:*Desa salarri adalah daerah dari Kec. Limboro Kab. Polman, dan puisi ini ditulis ketika sedang melaksanakan kegiatan KKN. “Sebuah inspirasi dan motivasi untuk para orang tuaku se-desa Salarri dan anak-anak mereka yang terbengkalai oleh pendidikan karena keadaan lingkungan, ekonomi, sosial dan tradisi”

==============================================================================================================

Mari Bangun Surga Pendidikan !
(Menjelang peringatan hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei dan hari Kebangkitan NasionalIndonesia tanggal 20 Mei 2013)
Oleh: Rusman Raymanda
                                                                                                                             
Seribu tanya nalar menghinggapi bangsaku,
Kapan negeri ini akan maju....,
Kapan negeri ini bisa sejahtera,
Kapan negeri ini jadi terpandang,
Kapan negeri ini bisa aman...

Tak ada jawaban pasti !
Bila negeri ini masih teladan korupsi,
Bila negeri ini masih tereksploitasi,
Bila negeri ini masih terpengaruh kondisi,
Bila negeri ini tetap tak mandiri,
Bila negeri ini tetap mati kreasi...

Lalu... dimanakah letak solusinya ?
Lihatlah pada diri kita sendiri,
Lihatlah pada orang-orang di sekitar kita,
Lihatlah pada alam yang kau huni,
Pelajari, nilai dan dalami dalam pesan hikmah !
Telusuri, angkat dan buktikan dalam amalan ikhtiar !

Lalu... bagaimanakah caranya ?
Kita jangan merasa kaya sendiri,
Kita jangan merasa pintar sendiri,
Kita jangan merasa alim sendiri,
Kita jangan merasa nikmat sendiri,
Kita jangan merasa bangga sendiri,
Lantas kita berpuas diri sendiri,
Kita jangan lupa melihat jauh ke luar diri,
Bagikan, ajarkan dan seimbangkanlah dengan orang lain... !

Dengan sedikit ilmu,
Kita dapat saling mengajarkan kelebihan untuk kebaikan negeri ini,
Dengan sedikit usaha,
Kita dapat saling membantu untuk membangun negeri ini,
Dengan sedikit iman,
Kita dapat saling mengingatkan kesalahan untuk menata moral negeri ini,
Dengan sedikit norma,
Kita dapat saling menilai tindakan untuk keadilan hukum negeri ini.

Satu saja kunci surga negeri ini...
Mari kita bangun surga pendidikan,
Yang tertanam dalam setiap naluri nalar kita,
Jangan hanya saling menyalahkan,
Jangan hanya saling lempar batu sembunyi tangan,
Cobalah untuk saling jujur apa adanya...
Buka pikiran lebar-lebar... dan segera ingatkan diri !
“Kita tak ingin terjajah lagi kan ?......”

Rangas TamMalassu-Majene, 30 April 2013
=============================================================================================================
ITAMI SANDEQTA'
Oleh : Rusman Raymanda


Peqitai mai tokkou,
Mequlu paccong sipiq'oloan,
Masandeq dzupa, maranniq mapia,
Mappasituruq patoqna palatto,
Meqoro di guling, mappatuo sigha,
Mammasina sobal di pallajaran.

Perasai naon paindonna,
Tiriqbaq sobal mallappisan tambera,
Mappalippaq nawan,
Malloloqi buraq lembong,
Majirris marrappaqi bao sasiq,
Mallambisan 'alangan sau kadzao…

Itami sandeqtaq luluareq,
Meny-Nyawa dioloq duapa,
Pajari mapiai todzi di Litaqta, Litaq Mandar,
Tanda baraninna posasiqtaq,
Mappalatto masseqna budaya,
"Takkalai disobalang…
Dotai ruppuq, dadzi leleng natuala"


Rangas Tammalassu-Majene, 18 Agustus 2012
 ========================================================================
Air Mata Kami dari Taman Surga Dunia
(Teruntuk sang Pembangundakwah; Ustadz Jefri Al-Buchori yang telah pergi meninggalkan kita semua)
Oleh: Rusman Raymanda

Kepergianmu dari dunia,
Adalah takdir dari-Nya,
Tapi kenanganmu yang tersisa,
Tak luput dari derai air mata,
Tak lepas dari ruang ingatan,
Dalam untaian hikmah syiarmu yang menyentuh jiwa,
Dalam alunan nada syairmu yang melipur lara,
Dalam gema candamu yang menghibur ceria,
Dalam senandung kisahmu yang penuh cerita.

Sesaat kau telah tiada,
Seisi dunia tersentuh nyata,
Awanpun ikut berdo’a...
MengAminkan isak tangis alam semesta,
Nisanmupun seakan bangga,
Bertabur tasbih tersiram air mata duka,
Semerbak wangi namamu tercium surga,
Dalam setiap lantunan shalawatmu yang memanggil malaikat,
Dalam setiap jejak-langkah jihad dakwahmu yang mengukir syafaat,
Dari titik-balik harapanmu rindu bertemu Rasulullah.

Air mata kami dari taman surga dunia,
Mengiringi keikhlasan kepergianmu,
Selamat jalan menuju istana keabadianmu,
Berbahagialah, jemput dan nikmatilah tabungan amal-ibadahmu yang berlimpah !
Disini, namamu kan terkenang sepanjang masa.

Rangas TamMalassu-Majene, 30 April 2013
 

Kumpulan Cerita Pendek Terbaik Karya Anak Mandar : Rindu Berlayar Kembali




RINDU BERLAYAR KEMBALI
Oleh : Rusman Raymanda
                                               
Masih terasa merdu terdengar lantunan lagu "Tengga-Tenggang Lopi" di telinganya yang sejak kecil sudah menjadi cita-citanya untuk menjadi pelaut Mandar yang hebat yang bisa menaklukkan lincahnya "Sandeq Race" yang digelar setiap tahunnya. Dan masih terasa  syahdu lagu "To Lumamba Sumombal" yang mendayu-dayu. Teringat masa lalu ketika saat pertama kali berlayar dengan perahu Sandeq ke laut untuk pergi merantau. Masih jelas air mata seorang ibu dan seorang istri yang pernah menyayanginya ketika mengantarkan do'a di tepian pantai.
"Nak… jaga baik-baik dirimu di laut, pelajarilah arah angin yang akan menunjukkan arah layarmu.Tangguhkan kemudimu mengikuti petunjuk berkah dari Allah kuasa. Dan ingatlah selalu kampung halamanmu serta do'a ibumu…", dekap tangis mendiang ibunya dalam ingatannya senja itu.
"Sampaikan salamku pada angin yang membawamu ke laut lepas agar rinduku ikut terbawa dalam rindumu.Ingatlah aku setiap kau duduk di atas "Guling-Kemudi" Sandeqmu. Ukirlah wajahku di lembaran layarmu yang akan berkibar setiap kau bergegas menggelar layar ketika saat kau berpindah haluan. Sengaja kurangkai bunga Beru'-Beru' sejak tadi malam untuk kau jadikan simbol diriku yang begitu semerbak mewangi mengisi hari-harimu. Ingatlah saat ketika kau mulai mengangkat kaki di tepian batas pantai. Kutitipkan sebuah sarung-lipa' sa'be sebagai penghangat tidurmu di tengah malam… !!!", begitulah pesan sang istri tercinta.
Kini semua itu tinggal cerita legenda yang cukup dikenang begitu memandangi laut yang tenang di senja hari itu. Sebentar lagi Sandeq Race akan segera dimulai. Para petangguh-petangguhnya mulai bersiap untuk menghiasi indah dan meriahnya teluk Mandar. Di dekat pantai, sandeq-sandeq tampak gagah berjejeran rapi yang akan segera menyerbu kemeriahan ombak berdebur di samudera. Suara layar-layar terkembang mekar, deru terdengar bergenderang memecahkan langit senja. Hanya itulah yang membuat Toraya bisa merasakan kembali saat dimana ia pernah berjaya dalam kemeriahan Sandeq Race. Rasanya sudah hampir 3 tahun ia bertarung diri melawan penyakit struknya yang tak kian punah.
Betapa begitu memilukan tatkala ia tiba-tiba teringat masa lalu yang pahit. "Bapak…, sudah tak ada lagi yang bisa kita harapkan.Semuanya telah berubah…, anak-anak dan adik iparmu Yunus, sudah memutuskan untuk menjual sandeq kita. Lagipula, anak-anak ingin membuat kapal mesin untuk dipakai melaut daripada sandeq itu terdampar percuma, lapuk termakan usia… Anak-anak merasa tergoda dengan maraknya kapal-kapal mesin yang lagi trend !!!", pinta sang istri padanya.
Waktu itu, ia tak bisa berbicara apa-apa, ia hanya bisa mengangguk pilu meskipun berat rasanya. Jika itu memang yang terbaik bagi anak-anaknya, maka iapun menerima dengan setulus hati. Tiada harapan lagi dan ia juga menyerah berputus asa, rasanya tak mungkin bisa berSandeq lagi.
"Pua'…, kebetulan orang itu menawar dengan harga yang mahal.Jadi, bapak bisa berobat ke dokter dan mudah-mudahan bisa cepat sembuh.Mungkin kita sebaiknya melupakan sandeq itu.Yang terpenting sekarang, ayah bisa sembuh lagi sekaligus bisa pergi melaut kembali dengan kapal mesin baru kita yang lebih modern. Aku juga merasa berat melepas sandeq itu karena kita tak akan bisa lagi merasakan serunya Sandeq Race setiap tahunnya…. !!!", pinta Abdullah, anak bungsunya yang ia bangga-banggakan yang kini menjadi nakhkoda baru sebagai tulang punggung keluarga.
Saat itu, ia dengan segala harapannya tak bisa di tawar-tawar lagi untuk dimengerti. Ia hanya bisa menahan air mata seraya mengobati rasa sakitnya yang tak sembuh-sembuh selama bertahun-tahun itu. Ia melihat sebuah kecurangan di mata anak-anaknya, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka memang sengaja menjualnya….
Toraya terkejut, ia terlalu meratapi kepergian Sandeqnya yang sekarang sudah menjadi milik orang lain. Di matanya tampak berkaca-kaca membayangkan setiap pandangannya ke laut lepas.Tiba-tiba suara gemuruh membahana ditambah suara keriuhan orang-orang. Rupanya Sandeq-sandeq di sana sedang melakukan uji coba pelayaran. Dari pandangannya, semakin dalam ia mengenang dirinya di atas Sandeq andalannya.
"Aku duduk megah di atas kemudi, memandang penuh persaingan di depan dan di belakang. Teriakan-teriakan komando semangat menutupi deru percikan-percikan air yang mendebur, menahan laju cepatnya sang perahu Sandeq. Kelincahan Sandeq itu masih jelas terasa, terombang-ambing penuh suka-duka bersama teman-teman dengan sekuat tenaga melawan lelah dan terik mentari, memacu semangat mencapai finish.Ketika angin tak kunjung bertiup, layar menjadi layu.Tapi kami tetap bersikukuh meski dengan jalan tertatih.Mungkin hadiahnya tak seberapa dan segala kelelahan kami takkan terbayarkan. Tapi, mungkin hanya itulah cara untuk mempertahankan kebiasaan kami sejak kecil yang sudah berbudaya yang mungkin tak sama rasanya ketika berada di laut lepas menyusuri samudera mencari ikan. Sekarang… semua berubah, Sandeq sudah dianggap sebagai hiasan. Tapi itulah jaman, kitapun tak akan ketinggalan akan buaiannya. Anak-anak muda sudah merasa takut berSandeq dan pudar keberaniannya karena dicandu oleh kelincahan mesin yang lebih canggih. Bahkan ketika badai musim barat yang menakutkan sekalipun , tak lagi menantang. Hingga mereka sering terdampar ke negeri orang… !!!
Sandeq-sandeq yang melaju indah di sana semakin memacu jantungnya dan mengocok semangatnya. Ia hanya bisa ikut bersorak menyaksikan kelincahan Sandeq-sandeq itu. Ia tak bisa beranjak dari antara lamunan dan konsentrasi pandangannya.
Suasana menjadi hening seketika.Senja mulai berwarna jingga.Sandeq-sandeq itu mulai dilabuhkan ke daratan.Orang-orang di sekitarnya berlarian membantu para peSandeq mendorong perahunya ke atas daratan pasir.
"Andai keajaiban datang menghampiriku, aku ingin sekali bercampur-baur dengan mereka.Berbagi cerita, berbagi tenaga dan pengalaman. Tapi…, untuk berdiripun aku susah, berjalanpun sekarang harus ditemani sebatang tongkat untuk menopang tubuhku yang rentan jatuh. Aku kadang membenci diriku, tapi apa boleh buat, takdir telah mengajakku untuk bersabar... !!!", keluhnya.
Pemandanganpun berubah total, Sandeq yang dirindukannya berubah menjadi sebuah kapal mesin.Rupanya, anak-anaknya datang melaut setelah pergi dalam beberapa hari. Sungguh ganjil rasanya, namun ia ikut bergembira jika anak-anaknya itu dapat ikan yang banyak. Tetapi seandainya mereka mau memperjuangkan Sandeqnya untuk ikut Sandeq Race lagi, tentu hatinya tak akan berubah rindu dan bimbang terlalu dalam seperti itu. Mereka tetap berkeinginan menjual Sandeqnya karena tidak tahan ikut menumpang di kapal orang.Lagipula hasil kapal itu sudah dapat terasa, meski perih di mata… jika mengenang Sandeq kesayangannya.
Semangatnya menjadi berubah lagi ketika pandangannya tertuju pada Abdullah anaknya yang datang di atas sampan membawa ikan-ikan tangkapannya yang masih segar-segar.Iapun mulai menebar senyum.
"Dullah…, bagaimana tangkapannya nak ?"
"Wah… lumayan, pak ! Cukup untuk menutupi ongkos…", jawab Abdullah seraya mendorong sampannya ke atas daratan.
Memang terasa berbeda ketika waktu ia melaut dulu dengan Sandeqnya, rejeki tak henti berlimpah. Terkadang orang-orang takjub dengan hasil tangkapan Toraya yang dijuluki oleh khalayak "To Madzalle".Ia bisa dikategorikan sebagai orang terkaya di kampung dulu. Bukan itu saja, Sandeq yang ia bangga-banggakan juga menjadi kebanggaan dan andalan sekampungnya dulu karena selalu dapat juara. Karena itulah banyak pula cerita-cerita yang beredar kalau penyakit yang dialaminya adalah hasil "guna-guna" orang yang merasa iri atas keberhasilannya.Penyakit itu melumpuhkan sendi-sendi hidup beserta pundi-pundi hartanya yang berangsur-angsur habis bersamaan dengan ketidakmampuannya ikut mengadu nasib kembali di laut Mandar yang menyimpan berkah. Semuanya benar-benar telah berubah…
Abdullah mendekati sang ayah yang dari tadi duduk-duduk di atas sampan yang ditelungkupkan oleh pemiliknya. Ia mulai bangkit dengan tubuhnya, berjalan tertatih mendekati sampan anaknya untuk melihat ikan-ikan yang dibawanya. Anak-anak kecil menyerbu Abdullah.Itu sudah kebiasaan, anak-anak itu sering meminta-minta ikan.Mau tidak mau Abdullah terpaksa membagi-bagikan sedikit ikannya untuk mereka, meskipun sepotong-sepotong.
Sepeninggal Abdullah, ia masih tetap berdiri memandangi Sandeq yang terdampar di pasir milik seseorang di kampungnya.Niatnya untuk kembali mengarungi sepanjang Teluk Mandar sampai selat Makassar takkan pernah dirasakannya lagi.Niatnya untuk menonton Perlombaan Segitiga di Majene pun takkan pernah terkabulkan.
"Ayah…, ngapain disitu ?", tiba-tiba anaknya yang lain datang dari kapal miliknya.
Ia terkejut, "Ini…, lagi liat-liat Sandeq itu… !", tangannya menunjuk.
"Oh… Sandeq itu. Kami juga cepat-cepat datang karena ingin menonton Sandeq Race besok !"
"O,ya. Memang besok pertandingannya ?"
"Kata orang-orang sih begitu…, katanya ada Perlombaan Segitiga di Majene ! Kak Dullah juga diundang paman Yunus untuk ikut jadi "Pattimbang" di Sandeqnya !"
"Kok Dullah gak bilang-bilang ya?", Ia bertanya-tanya dalam hati. Pantas saja pamannya kemarin menyebut-nyebut nama Abdullah. Hatinya merasa gembira, rupanya Abdullah anaknya, cukup mengobati kerinduannya pada Sandeq Race.Ia tersenyum sendiri saat itu.
Ibrahim, anaknya itu mengajaknya pulang, badannya sudah perih dan gatal ingin segera mengguyur tubuhnya dengan air tawar. Toraya sang ayah yang sangat merindukan Sandeq itu mulai mengangkat kakinya membelakangi laut. Senja kini berganti kelabu dan lampu-lampu mulai menyala terang.Pantai menjadi sunyi, suara adzan Maghrib menggema menyejukkan suasana.
Dari langkah kakinya, ia terus bergembira tiada terkira. Dugaannya benar, tak sia-sia Abdullah membantu pamannya memperbaiki Sandeqnya itu selama ini dan tak sia-sia pula ia pernah mengajak anak-anaknya ikut belajar menjadi seorang petangguh Sandeq. Meskipun begitu, keinginannya untuk sembuh sangatlah kuat agar bisa ikut berSandeq lagi walaupun menumpang di perahu Sandeq orang. Keinginannya itu tak akan pernah pudar sedikitpun selama bayang-bayang Sandeq masih tetap bergelora membakar semangat pelaut-pelaut Mandar setiap tahunnya. Kerinduannya tak akan hilang selama laut masih di hadapannya diiringi senandung lagu "Tengga-tenggang Lopi" dan "To Sumombal" yang selalu terngiang di telinganya.

***(Persembahan untuk para Petangguh-petangguh Sandeq yang selalu berjuang beradu kecepatan dalam Sandeq Race serta masyrakat Mandar yang berjuang untuk berpartisipasi melestarikan budaya Leluhur Mandar, hingga menjadi Masseq di Lita'taq, Masarri di Indonesia, MaSandeq di mata dunia)***