Kamis, 19 April 2018

Download Gratis Makalah Jaringan Keilmuan Di Nusantara



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Atas berkat dan hidayah-Nya-lah, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula Shalawat serta salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW sebagai "Uswatun Hasanah" bagi dunia pendidikan.
Makalah yang berjudul “JARINGAN KEILMUAN DI NUSANTARA” ini sengaja kami susun sebagai tugas kelompok sekaligus sebagai bahan diskusi pada tatap muka pembelajaran PKN Sejarah. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Akhirnya, kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini tak luput dari segala kekurangan dan keterbatasan baik dari segi penulisan maupun isi di dalamnya. Untuk itu, kami sangat mengharapkan saran ataupun kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak terutama dari Guru Mata Pelajaran yang bersangkutan, demi kesempurnaan pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi diri kami pribadi, Aamiin… !!!


Majene, 4 April 2018
Penyusun,




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid kesultanan sangat ditentukan oleh dukungan penguasa. Sultan bukan saja mendanai kegiatan-kegiatan masjid, tetapi juga mendatangkan para ulama, baik dari mancanegara, terutama Timur Tengah, maupun dari kalangan ulama pribumi sendiri. Para ulama yang kemudian juga difungsikan sebagai pejabat-pejabat negara, bukan saja memberikan pengajaran agama Islam di masjid-masjid negara, tetapi juga di istana sultan. Para sultan dan pejabat tinggi rupanya juga menimba ilmu dari para ulama. Seperti halnya yang terjadi di Kerajaan Islam Samudera Pasai dan Kerajaan Malaka.
Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran dalam bidang politik, tradisi keilmuannya tetap berlanjut. Samudera Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun, ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislaman tidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara, bahkan mungkin dapat dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sejarah terbentuknya jaringan keilmuan di Nusantara ?
2.      Apa hubungan antara istana sebagai pusat kekuasaan dengan pendidikan terkait jaringan keilmuan di Nusantara ?
3.      Bagaimana bentuk akulturasi kebudayaan Islam yang terjadi atas adanya jaringan perkembangan keilmuan di Nusantara ?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      TERBENTUKNYA JARINGAN KEILMUAN DI NUSANTARA
Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran dalam bidang politik, tradisi keilmuan tetap berlanjut. Samudera Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun, ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislaman tidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara, bahkan mungkin dapat dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam.
Kerajaan Malaka dengan giat melaksanakan pengajian dan pendidikan Islam. Hal itu terbukti dengan berhasilnya kerajaan ini dalam waktu singkat melakukan perubahan sikap dan konsepsi masyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan dan pengakaran itu sebagian berlangsung di kerajaan. Perpustakaan sudah tersedia di istana dan difungsikan sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan penerjemahannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu. Karena perhatian kerajaan yang tinggi terhadap pendidikan Islam, banyak ulama dari mancanegara yang datang ke Malaka, seperti dari Afghanistan, Malabar, Hindustan, dan terutama dari Arab. Banyaknya para ulama besar dari berbagai negara yang mengajar di Malaka telah menarik para penuntut ilmu dari berbagai kerajaan Islam di Asia Tenggara untuk datang.
Dari Jawa misalnya, Sunan Bonang dan Sunan Giri pernah menuntut ilmu ke Malaka dan setelah menyelesaikan pendidikannya mereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam di tempat masing-masing.
Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh Darussalam, sangat bermakna dalam bidang budaya dan keagamaan. Ketiganya tersohor dengan sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia. Untuk mengintensifkan proses Islamisasi, para ulama telah mengarang, menyadur, dan menerjemahkan karya-karya keilmuan Islam. Sultan Iskandar Muda adalah raja yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggil Hamzah al Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat. Syekh Yusuf al Makassari ulama dari Kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan pernah menuntut ilmu di Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkili telah muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanuddin Ulakan yang terkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa menyebarkan pendidikan Islam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan juga sangat mencolok. Bahkan pada abad ke-17, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di pulau Jawa. Para ulama dari berbagai negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk belajar. Martin van Bruinessen menyatakan, “Pendidikan agama cukup menonjol ketika Belanda datang untuk pertama kalinya pada 1596 dan menyaksikan bahwa orang-orang Banten memiliki guru-guru  yang berasal dari Mekkah”.
Di Palembang, istana (keraton) juga difungsikan sebagai pusat sastra dan ilmu agama. Banyak Sultan Palembang yang mendorong perkembangan intelektual keagamaan, seperti Sultan Ahmad Najamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha’uddin (1774-1804). Pada masa pemerintahan mereka, telah muncul banyak ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karya-karya ilmiah keagamaan: ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat, tarikh, dan al-Qur’an.
Perhatian sultan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam tercermin pada keberadaan perpustakaan keraton yang memiliki koleksi yang cukup lengkap dan rapi.
Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua hal yang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca). Semua ilmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara ditulis dalam aksara Arab, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab itu disebut dengan banyak sebutan, seperti huruf Jawi (di Melayu) dan huruf pegon (di Jawa). Luasnya penguasaan aksara Arab ke Nusantara telah membuat para pengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat kemampuan baca tulis yang mereka jumpai.
Pada 1579, orang Spanyol merampas sebuah kapal kecil dari Brunei. Orang Spanyol itu menguji apakah orang-orang Melayu yang menyatakan diri sebagai budak-budak sultan itu dapat menulis. Dua dari tujuh orang itu dapat (menulis), dan semuanya mampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri-sendiri.
Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolah menjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran di masyarakat. Setelah terbentuknya berbagai ulama hasil didikan dari istana-istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ke tingkatan yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikan di rumah-rumah ulama untuk masyarakat umum, khususnya sebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttâb di wilayah Arab.
Sebagaimana kuttâb (lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masa Rasulullah) yang biasa mengambil tempat di rumah-rumah ulama, di Nusantara pendidikan dasar berlangsung di rumah-rumah guru. Pelajaran yang diberikan terutama membaca al-Qur’an, menghafal ayat-ayat pendek, dan belajar bacaan salat lima waktu. Dan ini diperkirakan sama tuanya dengan kehadiran Islam di wilayah ini. Di Nusantara, masjid-masjid yang berada di permukiman penduduk yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat menjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Di sinilah terjadi demokratisasi pendidikan dalam sejarah Islam. Demikianlah yang terjadi di wilayah-wilayah Islam di Nusantara, seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh Darussalam, Minangkabau, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore, Banjar, Papua dan lain sebagainya.
Bahkan mungkin karena memiliki tingkat otonomi dan kebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan dan pengajaran mengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang cukup kompleks, seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar di Kalimantan dan pesantren di Jawa.

B.       HUBUNGAN ISTANA SEBAGAI PUSAT KEKUASAAN DAN PENDIDIKAN
Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid kesultanan sangat ditentukan oleh dukungan penguasa.
Istana berfungsi sebagai :
1.    Pusat kekuasaan
2.    Pusat pendidikan
Sedangkan Sultan bertugas :
1.    Mendanai kegiatan masjid
2.    Mendatangkan ulama dari mancanegara (terutama Mekkah dan dari orang pribumi)
Para ulama juga kemudian difungsikan sebagai pejabat-pejabat negara, jadi tidak hanya memberikan pengajaran agama Islam di masjid-masjid negara, tetapi juga di istana sultan. Para ulama tidak hanya mengajari masyarakat tentang ilmu agama Islam, karena para sultan dan pejabat tinggi juga turut serta menimba ilmu agama Islam.
Kegiatan atau peristiwa di atas terjadi di kerajaaan-kerajaan Islam, seperti :
1.    Samudera Pasai (Merupakan pusat pengajaran Islam di Nusantara)
2.    Malaka (Merupakan pusat pengajaran Islam di Asia Tenggara)
Kemajuan Malaka di bidang ekonomi (karena merupakan jalur perdagangan telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pengajaran Islam. Di Kerajaan Malaka juga sudah memiliki perpustakaan yang digunakan sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan penerjemahannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu. Banyak ulama dari mancanegara yang datang ke Malaka, seperti : Afghanistan, Malabar, Hindustan, Arab.
Kedatangan para ulama dari mancanegara membuat ulama dari Asia Tenggara sendiri tertarik untuk menimba ilmu di Malaka. Misalnya dari Jawa, yaitu Sunan Bonang dan Sunan Giri. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Malaka, Sunan Bonang dan Sunan Giri kembali ke jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam di daerahnya masing-masing.
3.    Aceh
Sultan yang terkenal adalah Sultan Iskandar Muda, ialah raja yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Ia juga pelopor pendirian Masjid Baiturrahman, dan memanggil penasihat Hamzah Al Fanzuri dan Syamsuddin As Sumatrani. Syekh Yusuf al Makassari ulama dari Kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan pernah menuntut ilmu di Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkili, muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanudin Ulakan (Minangkabau), Syekh Abdul Muhyi al Garuti (Jawa Barat).
4.    Banten
Kerajaan Banten berdiri pada abad ke-16, lalu pada abad ke-17 Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di Pulau Jawa. Kerajaan Samudera Pasai, Aceh Darussalam, dan Kerajaan Banten sudah tersohor dengan sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia.
5.    Palembang
Sultan yang mendorong perkembangan intelektual keagamaan seperti: Sultan Ahmad Najamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha'uddin (1774-1804). Pada masa pemerintahan mereka muncul banyak ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karya-karya ilmiah keagamaan: ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat, tarikh dan al-Qur'an.
Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua hal yang mempercepat berkembangnya hal tersebut ialah penggunaan aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai lingua franca. Aksara Arab di Jawa disebut huruf Pegon sedangkan di Melayu disebut huruf Jawi. Bisa digambarkan seperti : Input - Proses - Output = Awam - Belajar - Ulama.
Pada zaman dahulu biasanya masyarakat yang ingin belajar ilmu agama datang ke rumah kediaman para ulama. Khususnya sebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttab di wilayah Arab. Pelajaran yang diberikan utamanya yaitu :
1.    Membaca Al-Quran
2.    Menghafal ayat-ayat pendek
3.    Belajar bacaan sholat lima waktu
Di Indonesia, masjid dikembangkan oleh masyarakat untuk menjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Bahkan karena memiliki otonomi atau kebebasan tertentu, masjid mengalami perkembangan, seperti :
1.    Meunasah (Aceh)
2.    Pesantren (Jawa)
3.    Surau (Minangkabau)
4.    Langgar (Kalimantan)

C.      AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM
1.    Seni Bangunan
a. Masjid :
·      Atapnya berbentuk tumpang
·      Tidak memiliki menara
·      Teras bertingkat (berbentuk undak-undakan)
·      Terletak di dekat istana (alun-alun)
b. Makam :
·      Jasad dimasukkan ke dalam peti
·      Jika yang meninggal seorang yang Agung maka jasadnya dikubur di dataran tinggi
c. Istana :
·      Di istana terdapat patung dwarapala (patung penjaga)
2.    Seni Ukir
·      Ukiranya berbentuk daun-daun atau bunga-bunga
·      Seni Kaligrafi
3.    Aksara dan Seni Sastra
·      Hikayat : karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng
·      Babad : mirip dengan hikayat. Tulisan sejarah namun tidak semuanya berupa fakta.
·      Syair : karya sastra berupa sajak-sajak yang terdiri atas empat baris setiap baitnya.
·      Suluk : karya sastra yang berupa kitab-kitab dan isinya menjelaskan soal tasawufnya.
4.    Kesenian
·      Permainan Debus : tarian yang pada puncak acara para penari menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka.
·      Seudati : sebuah bentuk tarian dari Aceh. Artinya permainan orang-orang besar atau juga disebut saman (delapan).
·      Wayang : seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Jawa dan Bali. Pada saat islamisasi di Nusantara Sunan Kalijaga yang menyebarkan agama Islam dengan media wayang.
·      Kasidahan : seni musik yang memainkan alat-alat musik seperti rebana, terban dll dan menyanyikan lagu-lagu Islam.
5.    Kalender
·      Hijriah. Bulan Ramadhan (Pasa), Bulan Muharam (Suro)
6.    Pemerintahan
Pada awaknya pemerintahan berupa Kerajaan (Raja) merupakan Hindu-Buddha. Kemudian berkembang menjadi Kesultanan (Sultan/Khalifah) merupakan Islam.

BAB III
P E N U T U P

A.      KESIMPULAN
Sejak kerajaan Samudra Pasai mengalami keruntuhan, jaringan keilmuan tetap berlanjut dan kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat studi. Ketika kerajaan Malaka masuk Islam, kerajaan Malaka juga menjadi pusat studi bahkan dapat dikatakan berhasil menyainginya. Dan kemajuan ekonomi kerajaan Malaka telah mengundang para ulama untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pembelajaran Islam.
Keberhasilan Malaka dalam waktu singkat merubah konsepsi dan sikap terhadap agama menyebabkan banyak para ulama besar dari mancanegara datang. Hubungan antar kerajaan misalnya, Samudra Pasai, Aceh Darussalam, dan Malaka sangat bermakna dalam bidang keagamaan dan kebudayaan.
Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan sangat mencolok. Bahkan pada abad ke-17 M, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di Pulau Jawa. Sedangkan di Palembang, banyak Sultan Palembang yang mendorong pengembangan intelektual keagamaan.
Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara. Semua ilmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara ditulis dalam Aksara Arab, baik dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu. Selanjutnya berkembanglah pendidikan tersebut sampai ke rumah-rumah dan ke tingkat yang lebih luas, pelajaran yang diberikan adalah menghafal al-Qur’an dan lain sebagainya.

B.       IMPLIKASI
Jaringan keilmuan di Nusantara melibatkan banyak sejarah kerajaan-kerajaan terkemuka di Indonesia. Keilmuan tersebut berkembang dalam bentuk pendidikan yang sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan Islam saat itu. Sebagai pelajar di Indonesia, kita dituntut untuk melestarikan berbagai bentuk pendidikan tersebut agar tetap terjaga dan berkembang demi pembangunan masa depan Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA